I. Nabi saw memperbolehkan berbuat bid’ah hasanah.
Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw: “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat-buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah hasanah dan Bid’ah dhalalah.
Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bid’ah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw: “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat-buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya” (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula diriwayatkan pada Shahih Ibn Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bid’ah hasanah dan Bid’ah dhalalah.
Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?, maksudnya
bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yg membuat kebaikan atas
islam maka perbuatlah.., alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yg tidak mencekik
ummat, beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi
ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi,
kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan
hal-hal yg baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan,
demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yg tetap akan bisa dipakai hingga
akhir zaman, inilah makna ayat : “ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM..dst, “hari
ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi
kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”, maksudnya semua ajaran telah
sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua
hal yg baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah
direstui oleh Allah dan rasul Nya, alangkah sempurnanya islam.
Namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yg bertentangan
dengan syariah dan sunnah Rasul saw, atau menghalalkan apa-apa yg sudah
diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya, inilah makna hadits beliau saw :
“Barangsiapa yg membuat buat hal baru yg berupa keburukan…dst”, inilah yg
disebut Bid’ah Dhalalah. Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman
akan berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya (hal yg baru berupa
kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar
ummat tidak tercekik dengan hal yg ada dizaman kehidupan beliau saw saja, dan
beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yg buruk
(Bid’ah dhalalah).
Mengenai pendapat yg mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah
saja, maka tentu ini adalah pendapat mereka yg dangkal dalam pemahaman syariah,
karena hadits diatas jelas-jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah
saja, terbukti dengan perbuatan bid’ah hasanah oleh para Sahabat dan Tabi’in.
II. Siapakah yg pertama memulai Bid’ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw?
Ketika terjadi pembunuhan besar-besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yg mereka itu para Huffadh (yg hafal) Alqur’an dan Ahli Alqur’an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra : “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yg tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung-gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).
Ketika terjadi pembunuhan besar-besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yg mereka itu para Huffadh (yg hafal) Alqur’an dan Ahli Alqur’an di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra : “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yg tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung-gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).
Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar shiddiq ra
mengakui dengan ucapannya : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju
dan kini aku sependapat dengan Umar”, hatinya jernih menerima hal yg baru
(bid’ah hasanah) yaitu mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya alqur’an belum
dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah-pisah di hafalan sahabat, ada yg
tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll, ini adalah Bid’ah hasanah,
justru mereka berdualah yg memulainya.
Kita perhatikan hadits yg dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid’ah
hasanah mengenai semua bid’ah adalah kesesatan, diriwayatkan bahwa Rasul saw
selepas melakukan shalat subuh beliau saw menghadap kami dan menyampaikan
ceramah yg membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir.., maka kami
berkata : “Wahai Rasulullah.. seakan-akan ini adalah wasiat untuk perpisahan…,
maka beri wasiatlah kami..” maka rasul saw bersabda : “Kuwasiatkan kalian untuk
bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh
seorang Budak afrika, sungguh diantara kalian yg berumur panjang akan melihat
sangat banyak ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku
dan sunnah khulafa’urrasyidin yg mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat
kuat dengan geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati-hatilah
dengan hal-hal yg baru, sungguh semua yg Bid’ah itu adalah kesesatan”.
(Mustadrak Alasshahihain hadits no.329).
Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau
dan sunnah khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal
yg baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, dan sunnah
khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar shiddiq ra dan
Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yg
baru, yg tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur’an, lalu pula
selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dengan persetujuan
dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw.
Nah.. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini,
khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah, Abubakar shiddiq ra dimasa
kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, lalu kemudian Umar bin
Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan
seraya berkata : “Inilah sebaik-baik Bid’ah!”(Shahih Bukhari hadits no.1906)
lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga
Alqur’an kini dikenal dengan nama Mushaf Utsmaniy, dan Ali bin Abi Thalib kw
menghadiri dan menyetujui hal itu. Demikian pula hal yg dibuat-buat tanpa
perintah Rasul saw adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah
dilakukan dimasa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak
pula dimasa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan dimasa Utsman bn Affan ra,
dan diteruskan hingga kini (Shahih Bulkhari hadits no.873).
Siapakah yg salah dan tertuduh?, siapakah yg lebih mengerti larangan Bid’ah?,
adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin ini tak faham makna
Bid’ah?
III. Bid’ah Dhalalah
Jelaslah sudah bahwa mereka yg menolak bid’ah hasanah inilah yg termasuk pada golongan Bid’ah dhalalah, dan Bid’ah dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafikan sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin, nah…diantaranya adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan Rasul saw telah jelas-jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa’urrasyidin, bagaimana Sunnah Rasul saw?, beliau saw membolehkan Bid’ah hasanah, bagaimana sunnah Khulafa’urrasyidin?, mereka melakukan Bid’ah hasanah, maka penolakan atas hal inilah yg merupakan Bid’ah dhalalah, hal yg telah diperingatkan oleh Rasul saw.
Jelaslah sudah bahwa mereka yg menolak bid’ah hasanah inilah yg termasuk pada golongan Bid’ah dhalalah, dan Bid’ah dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafikan sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafa’urrasyidin, nah…diantaranya adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafa’urrasyidin, dan Rasul saw telah jelas-jelas memberitahukan bahwa akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafa’urrasyidin, bagaimana Sunnah Rasul saw?, beliau saw membolehkan Bid’ah hasanah, bagaimana sunnah Khulafa’urrasyidin?, mereka melakukan Bid’ah hasanah, maka penolakan atas hal inilah yg merupakan Bid’ah dhalalah, hal yg telah diperingatkan oleh Rasul saw.
Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bid’ah hasanah, maka kita telah
menafikan dan membid’ahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan
ajaran pokok Agama Islam karena kedua kitab tersebut (Al-Quran dan Hadits)
tidak ada perintah Rasulullah saw untuk membukukannya dalam satu kitab
masing-masing, melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para
Sahabat Radhiyallahu’anhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat.
Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dll inipun tak pernah ada
perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula Khulafa’urrasyidin
memerintahkan menulisnya, namun para tabi’in mulai menulis hadits Rasul saw.
Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita
dapat memahami kedudukan derajat hadits, ini semua adalah perbuatan Bid’ah
namun Bid’ah Hasanah. Demikian pula ucapan “Radhiyallahu’anhu” atas sahabat,
tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat, walaupun
itu di sebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah, namun
tak ada dalam Ayat atau hadits Rasul saw memerintahkan untuk mengucapkan ucapan
itu untuk sahabatnya, namun karena kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka
mereka menambahinya dengan ucapan tersebut. Dan ini merupakan Bid’ah Hasanah
dengan dalil Hadits di atas, Lalu muncul pula kini Al-Quran yang di kasetkan,
di CD kan,
Program Al-Quran di handphone, Al-Quran yang diterjemahkan, ini semua adalah
Bid’ah hasanah. Bid’ah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan
muslimin, karena dengan adanya Bid’ah hasanah di atas maka semakin mudah bagi
kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk
menghafal Al-Quran dan tidak ada yang memungkirinya.
Sekarang kalau kita menarik mundur kebelakang sejarah Islam, bila Al-Quran
tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada
perkembangan sejarah Islam ? Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di
kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan
muncul beribu-ribu Versi Al-Quran di zaman sekarang, karena semua orang akan
mengumpulkan dan membukukannya, yang masing-masing dengan riwayatnya sendiri,
maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bid’ah
Hasanah, sekarang kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya
Bid’ah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah saw, maka
jadilah Islam ini kokoh dan Abadi, jelaslah sudah sabda Rasul saw yg telah
membolehkannya, beliau saw telah mengetahui dengan jelas bahwa hal hal baru yg
berupa kebaikan (Bid’ah hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau saw telah
melarang hal-hal baru yg berupa keburukan (Bid’ah dhalalah).
Saudara-saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan
Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan ucapannya adalah Mutiara
Alqur’an, sosok agung Abubakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bid’ah hasanah :
“sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan
Umar”.
Lalu berkata pula Zeyd bin haritsah ra :”..bagaimana kalian berdua (Abubakar
dan Umar) berbuat sesuatu yg tak diperbuat oleh Rasulullah saw??, maka Abubakar
ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun(Abubakar ra)
meyakinkanku (Zeyd) sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini
aku sependapat dengan mereka berdua”.
Maka kuhimbau saudara-saudaraku muslimin yg kumuliakan, hati yg jernih
menerima hal-hal baru yg baik adalah hati yg sehati dengan Abubakar shiddiq ra,
hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin haritsah ra, hati para sahabat, yaitu
hati yg dijernihkan Allah swt, Dan curigalah pada dirimu bila kau temukan
dirimu mengingkari hal ini, maka barangkali hatimu belum dijernihkan Allah,
karena tak mau sependapat dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka,
masih menolak bid’ah hasanah, dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan
terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan
khulafa’urrasyidin, gigit dengan geraham yg maksudnya berpeganglah erat-erat
pada tuntunanku dan tuntunan mereka.
Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan
sependapat dengan Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan
ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat.. amiin.
IV. Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid’ah
1. Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)
Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi dua, yaitu bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela), maka yg sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yg tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : “inilah sebaik baik bid’ah”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)
1. Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)
Berkata Imam Syafii bahwa bid’ah terbagi dua, yaitu bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela), maka yg sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yg tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : “inilah sebaik baik bid’ah”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)
2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah
“Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yg berbunyi : “seburuk-buruk permasalahan adalah hal yg baru, dan semua Bid’ah adalah dhalalah” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yg dimaksud adalah hal-hal yg tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya” (Shahih Muslim hadits no.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yg baik dan bid’ah yg sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)
“Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafii), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yg berbunyi : “seburuk-buruk permasalahan adalah hal yg baru, dan semua Bid’ah adalah dhalalah” (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yg dimaksud adalah hal-hal yg tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : “Barangsiapa membuat buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yg mengikutinya” (Shahih Muslim hadits no.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yg baik dan bid’ah yg sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)
3. Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy
rahimahullah (Imam Nawawi)
“Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat-buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg dosanya”, hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yg baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yg buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : “semua yg baru adalah Bid’ah, dan semua yg Bid’ah adalah sesat”, sungguh yg dimaksudkan adalah hal baru yg buruk dan Bid’ah yg tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)
“Penjelasan mengenai hadits : “Barangsiapa membuat-buat hal baru yg baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yg dosanya”, hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yg baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yg buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : “semua yg baru adalah Bid’ah, dan semua yg Bid’ah adalah sesat”, sungguh yg dimaksudkan adalah hal baru yg buruk dan Bid’ah yg tercela”. (Syarh Annawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)
Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi 5, yaitu
Bid’ah yg wajib, Bid’ah yg mandub, bid’ah yg mubah, bid’ah yg makruh dan bid’ah
yg haram. Bid’ah yg wajib contohnya adalah mencantumkan dalil-dalil pada ucapan
ucapan yg menentang kemungkaran, contoh bid’ah yg mandub (mendapat pahala bila
dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku buku
ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yg Mubah
adalah bermacam-macam dari jenis makanan, dan Bid’ah makruh dan haram sudah
jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yg
umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2
bid’ah”. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)
4. Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy
rahimahullah
Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”, (sesuatu yg umum yg ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “… yg Menghancurkan segala sesuatu” (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : “Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya” QS Assajdah-13), dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim.pen) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).
Mengenai hadits “Bid’ah Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”, (sesuatu yg umum yg ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “… yg Menghancurkan segala sesuatu” (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : “Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan jin dan manusia keseluruhannya” QS Assajdah-13), dan pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim.pen) atau hadits : “aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).
Maka bila muncul pemahaman di akhir zaman yg bertentangan dengan pemahaman
para Muhaddits maka mestilah kita berhati-hati darimanakah ilmu mereka?,
berdasarkan apa pemahaman mereka?, atau seorang yg disebut imam padahal ia tak
mencapai derajat hafidh atau muhaddits?, atau hanya ucapan orang yg tak punya
sanad, hanya menukil-menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa
memperdulikan fatwa-fatwa para Imam?
Walillahittaufiq
Telah beredar buku saya mengenai Bid’ah, tawassul, istighatsah, maulid,
ziarah kubur, tabarruk dll, buku itu saya beri judul “Kenalilah Akidahmu”.
Dapat dipesan di sekertariat kami.(Majelis Rasulullah SAW, Jl Tebet Dalam No.2A
RT.009/01 Kel. Tebet Barat Kecamatan Tebet Jakarta Selatan 12180)